Lingkungan Pendidikan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya guna memenuhi tugas MKU Pengantar Ilmu Pendidikan yang diberikan oleh
dosen MKU
Pengantar Ilmu Pendidikan, Ibu Sony
Makalah ini berisikan tentang Lingkungan
Pendidikan, diantaranya adalah lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan
pendidikan sekolah, dan lingkungan pendidikan masyarakat; serta pembahasan mengenai hubungan sekolah
dan masyarakat.
Keberadaan makalah ini bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada kita tentang berbagai macam lingkungan
pendidikan, bahwa kita dapat menerima pendidikan tidak hanya melalui lingkungan
sekolah, tetapi pendidikan dapat kita terima dari lingkungan keluarga hingga
lingkungan masyarakat.
Dengan keterbatasan yang kami miliki,
kami menyadari makalah yang kami susun
masih mengandung berbagai kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, berbagai
kritik dan saran bagi penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat
berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya
terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan
formal ( sekolah ) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh
dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas.
Ketiga lingkungan itu sering disebut
sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan
manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang
bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada
lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal..
Ketiga lingkungan pendidikan ini
sering dirancukan dengan pemilahan pendidikan yang dikembangkan oleh Philip H
Coombs, yaitu pendidikan formal, informal dan non formal. Menurutnya pendidikan
informal adalah pendidikan yang tidak berprogram, tidak terstruktur,
berlangsung kapanpun dan dimana pun juga. Pendidikan formal adalah pendidikan
berprogram, berstruktur dan berlangsung dipersekolahan. Sedangkan pendidikan
nonformal adalah pendidikan yang berstruktur, berprogram dan berlangsung di
luar persekolahan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
A. Apakah yang
dimaksud dengan Lingkungan Pendidikan?
B. Apakah yang
dimaksud dengan Tri Pusat pendidikan?
C. Apa
jenis-jenis dari Tri Pusat pendidikan?
D. Bagaimanakah
hubungan antara sekolah dan masyarakat?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
A. Untuk
mengetahui apa itu Lingkungan pendidikan
B. Untuk
mengetahui apa itu tripusat pendidikan
C. Untuk
mengetahui jenis – jenis dari tripusat pendidikan
D. Untuk
mengetahui hubungan antara sekolah dan masyarakat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Lingkungan Pendidikan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan lingkungan adalah daerah (kawasan dan sebagainya) yang termasuk
didalamnya. Sedangkan Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan dengan pengertian demikian
dipilah menjadi lingkungan alam hayat, lingkungan alam nonhayati, lingkungan
buatan dan lingkungan sosial.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik scara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spritual keagamaan,
emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Sedangkan Lingkungan Pendidikan dapat diartikan
sebagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan.
Lingkungan pendidikan dapat pula diartikan sebagai berbagai lingkungan tempat
berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.
Lingkungan secara langsung dan tidak langsung akan
membawa pengaruh terhadap pendidikan anak di berbagai aspek. Oleh karena itu,
lingkungan pendidikan perlu dibangun untuk mendukung pendidikan anak agar bisa
diterima dengan lebih baik dalam segala aspek. Lingkungan pendidikan sendiri
mempunyai makna sebagai lingkungan yang berada di sekitar anak didik yang
dipakai sebagai sarana dalam proses pendidikan dengan unsur kesengajaan. Sarana
yang dipakai dalam proses pendidikan tersebut meliputi rumah dan keadaannya,
pakaian, alat permainan dan peraga, buku-buku, serta masih banyak lagi. Tentu
keterlibatan lingkungan pendidikan bagi anak didik mempunyai fungsi tersendiri.
Lingkungan pendidikan berfungsi untuk membantu anak didik dalam melakukan
interaksi dengan lingkungan di sekitarnya yang dapat berupa berbagai hal.
Lingkungan di sekitar anak didik tersebut terutama berkaitan dengan berbagai
sumber daya pendidikan yang disediakan sehingga tujuan pendidikan yang lebih
optimal dapat dicapai dengan baik.
B.
Pengertian
Tripusat Pendidikan
Jika seorang anak didik berada dalam lingkungan
tertentu, tidak bisa dipungkiri bahwa akan ada berbagai macam pendidikan yang
akan ia peroled baik melalui pergaulan dengan orang lain maupun pengamatan
terhadap keadaan yang ada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan yang
berpengaruh terhadap pendidikan anak sendiri menurut Ki Hajar Dewantara terdiri
atas lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan
ini kemudian lebih dikenal sebagai tripusat pendidikan.
Tri Pusat Pendidikan adalah tiga
pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Hal itu juga dikemukakan oleh para tokoh pendidikan,
hanya saja ada perbedaan dalam menentukan ketiga pusat pendidikan tersebut,
diantaranya : Menurut Dr. M.J Langeveld mengemukakan tiga macam lembaga
pendidikan yaitu :
a.
Keluarga
b. Negara
c.
Gereja. 1
Menurut
Ki Hajar Dewantoro mengemukakan system Tri Centra dengan menyatakan :
“Didalam
hidupnya anak- anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan
yang amat penting baginya yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam
pergerakan pemuda”.2
Dari
kedua pendapat tersebut itu, kini lahir istilah Tri Pusat Pendidikan menurut UU
No. 20 Tahun 2003, yang meliputi :
a)
Pendidikan keluarga
b)
Pendidikan sekolah
c)
Pendidikan masyarakat
Yang mana tiga tempat pergaulan atau lembaga
pendidikan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk
kepribadian serta tingkah laku anak.
BAB III
PEMBAHASAN
C. Jenis-jenis Tri Pusat Pendidikan
1.
Lingkungan
Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil
orang karena hubungan searah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (
ayah, ibu, dan anak ). Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga
merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual
maupun pendidikan sosial.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang
pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat
kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan
mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama, karena di dalam lingkungan
ini segala potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan.
Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga.
Padahal para pakar pendidikan sepakat bahwa kemampuan pendidikan hanya pada
batas potensi yang dimiliki manusia
Dalam kajian antropologis disebutkan bahwa manusia mengenal pendidikan
sejak manusia ada. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan keluarga. Pendidikan
dimaksud berlangsung pada masyarakat masih tradisional. Dalam masyarakat
demikian struktur masyarakat masih sangat sederhana, sehingga ruang lingkup
kehidupan anak sebagian besar masih terbatas pada keluarga. Fungsi keluarga
pada masyarakat demikian meliputi fungsi produksi dan fungsi konsumsi sekaligus
secara “absolut”. Kedua fungsi ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak
selanjutnya.
Adanya berbagai tekanan dari luar dalam bentuk
modernisasi, dan mobilitas sosial baik secara vertikal maupun horizontal,
fungsi kehidupan keluarga pun mengalami perubahan. Fungsi konsumsi keluarga
relatif tetap bertahan, namun fungsi produksi mengalami banyak perubahan. Setiap
keluarga tetap memerlukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, namun tidak dapt
disediakan sendiri. Dengan demikian keluarga telah mulai kehilangan fungsi
produksinya.
Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan
anaknya meliputi hal-hal sebagai berikut :
Ø Motivasi
cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini
mendorong sikap dan tindakan untuk menerima tanggung jawab dan mengabdikan
hidupnya untuk sang anak.
Ø Motivasi
kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya.
Tanggung jawab moral ini meliputi nilainilai religius spiritual untuk
memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Ø Tanggung
jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi
bagian dari msyarakat. (Noor Syam 1981)
Pendidikan
keluarga berfungsi:
- Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
- Menjamin kehidupan emosional anak
- Menanamkan dasar pendidikan moral
- Memberikan dasar pendidikan sosial.
- Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
2.
Lingkungan
Pendidikan Sekolah
Setelah perkembangan peradaban manusia, orang merasa
tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin kompleks
dan terspesialisasi, seorang anak memerlukan persiapan yang khusus untuk
memasuki usia dewasa. Persiapan ini memerlukan waktu yang khusus, tempat yang
khusu, dan proses yang khusus pula. Dengsn demikisn secara objektif orang tua
memerlukan lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai
pendidik. Lembaga ini dalam perkembangan lebih lanjut dikenal dengan sekolah.
Secara hakiki sekolah tersebut bukan mengoper tugas orang tua sebagai pendidik,
tetapi sekedar sebagai pelengkap pendidikan yang diberikan oleh orang tua.
Di Indonesia sekolah pada awalnya berupa
pecantrikan. Peserta didiknya disebut cantrik. Pendidiknya disebut guru atau
suhu. Isi pendidikannya adalah agama (Agama Hindu dan Budha), ulah kanurangan
dan jaya kewijayan (bela diri), kesusasteraan, unggah-ungguh atau etika.
Pecantrikan pada awalnya diperuntukkan bagi para keturunan bangsawan (priyayi),
namun setelah perkembangan lebih lanjut masyarakat jelata pun
mengembangkannyadibantu oleh para pujangga bijak kerajaan. Pecantrikan yang
demikian lebih menekankan pendidikan ulah kanurangan dan jaya kawijayan dengan
harapan mereka dapat menjadi prajurit (termasuk golongan priyayi).
Setelah orang barat masuk ke Indonesia, sistem
pendidikan ikut terpengaruh. Orang barat khususnya Belanda memperkenalkan
sistem pendidikan mereka. Sistem pendidikan ini lebih banyak pada kalangan
bangsawan dari Timur jauh daripada rakyat jelata. Sementara kaum populis tetap
mengembangkan sistem pendidikan pondok pesantren. Pondok pesantren semakin
mendapat tempat setelah orang-orang Indonesia mengembangkan faham kebangsaan
dalam rangka mengusir penjajah. Sementara itu istilah sekolah nampaknya
bersumber dari sistem pendidikan Belanda (School).
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia,
sekolah telah mencapai posisi yang sangat sentral dan belantara pendidikan
manusia. Sekolah tidak lagi berfungsi sebagai pelengkap pendidikan keluarga.
Hal ini karena pendidikan telah berimbas pola pikir ekonomi yaitu efektifitas
dan efisiensi. Pola pikir efektifitas dan efisiensi ini telah menjadi semacam
ideologi dalam pendidikan.
Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi
tiga hal, yaitu:
Ø Tanggung
jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan
menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku (perundangan dalam pendidikan);
Ø Tanggung
jawab keilmuan berdasarkan bentuk isi, tujuan dan jenjang pendidikan yang
dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara;
Ø Tanggung
jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan
pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan
jabatannya.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka
diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga
terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
- Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
- Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
- Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
- Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.
Suatu alternatif yang mungkin
dilakukan sesuai situasi dan kondisi sekolah antara lain :
a. Pengajaran
yang mendidik
b. Peningkatan
dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan ( BP ) di sekolah
c. Pengembangan
perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat/sumber belajar ( PSB )
d. Peningkatan
dan pemantapan program pengelolaan sekolah.
e. Masyarakat
3.
Lingkungan
Pendidikan Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai
ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan
berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh
pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang
dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang,
baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Menurut Soerjono Soekanto (1998),
dalam setiap masyarakat, baik yang sederhana maupun yang kompleks, terbelakang
atau maju, pasti terdapat pranata-pranata sosial. Kalau dianalisis paling tidak
ada 5 pranata sosial yang terdapat dalam sistem masyarakat, yaitu:
1. Pranata
pendidikan
2. Pranata
ekonomi
3. Pranata
politik
4. Pranata
teknologi, dan
5. Pranata
moral atau etika
Dalam banyak hal sekolah juga dinilai telah
tertinggal dari masyarakatnya. Kini sekolah banyak belajar dari masyarakat. Hal
ini karena berbagai inovasi khususnya dalam bidng teknologi, telah lebih dahulu
terjadi di dalam masyarakat daripada di sekolah. Hal ini sebenarnya adalah
sesuatu yang waja, mengingat sekolah hanyalah salah satu pranata yang ada dalam
masyarakat diantara empat pranata yang lain. Selain itu masyarakatlah yang
memiliki berbagai sumber daya yang memungkinkan untuk mengembangkan berbagai
inovasi. Sedangkan sekolah hanya berperan serta untuk mencetak manusia yang
berkepribadian inovatif, meskipun dalam banyak hal dapat pula atau harus
sebagai inovator.
Sehubungan dengan hal itu, perlu dilakukan
upaya-upaya untuk mengakrabkan sekolah dengan masyarakat. Beberapa hal yang
telah dilakukan antara lain Komite Sekolah, adanya berbagai bantuan finansial
terhadap pembangunan kelengkapan sekolah, sistem magang, KKN, PKL, dan
lain-lain. Akan tetapi dalam banyak hal, khususnya yang dilakukan di sekolah,
masih bersifat formalitas atau bahkan “upacara”. Belum ada formula yang mampu
mengatasi persoalan ini.
D. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Analisis mengenai hubungan sekolah dengan masyarakat
sebenarnya merupakan penyederhanaan konsep, sebab sekolah merupakan salah satu
wujud pranata pendidikan, sedangkan pranata pendidikan merupakan salah satu
pranata sosial yanga ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, sekolah sebenarnya
adalah dengan merupakan bagian dari masyarakat. Slain itu konsep masyarakat
sebenarnya termasuk juga keluarga, karena masyarakat merupakan himpunan dari
keluarga-keluarga. Akan tetapi hal ini perlu dilakukan mengingat punya maksud
agar para mahasiswa jalur kependidikan sebagai calon guru mampu mengembangkan
konsep-konsep dan aplikasi dalam usaha mengakrabkan sekolah dengan
masyarakatnya.
1. Hubungan Transaksional antar
Sekolah dengan Masyarakat
Menurut Sanafiah Faisal (1980) dalam buku
Daspend.MKDK IKIP Malang, hubungan antara sekilah dengan masyarakat paling
tidak dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Sekolah
sebagai partner masyarakat dalam melakukan fungsi pendidikan; dan
b. Sekolah
sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat.
Dari segi pertama menempatkan sekolah dan masyarakat
dalam posisi yang sejajar dalam hal menjalankan fingsi pendidikan. Antara
keduanya terdapat hubungan yang fungsional. Berhasil tidaknya pendidikan yang
satu ditentukan juga oleh berhasil tidaknya pendidikan lain. Keberhasilan
pendidikan seseorang dalam sekolah ditentukan juga oleh pengalaman dalam
masyarakatnya. Kegiatan keseharian, harapan orang tua, teman pergaulan, kondisi
lingkungan fisik, dan lain-lain sangat menentukan keberhasilan pendidikan
seseorang di sekolah.
Sedangkan dari segi yang kedua hubungan sekolah
dengan masyarakat, masing-masing dipandang memiliki hubungan yang rasional
sesuai dengan kebutuhan. Sekolah sebagai produsen dituntut untuk mengakomodasi
keinginan masyarakat terhadap pendidikan.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan
masyarakat tidak akan terjadi dengan sendirinya meskipun masing-masing lembaga
saling membutuhkan. Oleh karena itu pihak sekolah (kepala sekolah, guru, dan
pegawai administratif) hendaknya melakukan berbagai usaha untuk menciptakan
hubungan yang harmonis tersebut.
2. Hubungan Transmisi dan Transformasi
Hubungan transmisif terjadi manakala sekolah
berperan sebagai pewarisan kebudayaan. Kebudayaan diartikan sebagai seperangkat
sistem ide, tingkah laku, dan benda, yang dimiliki sekelompok masyarakat, yang
diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan ini tidak dengan sendirinya ada
dalam diri anak (mirid). Kebudayaan ini diwariskan kepada generasi berikutnya
melalui proses ditransmisikan atau diajarkan. Kebudayaan yang ditransmisikan
ini tentunya kebudayaan yang dinilai baik dalam arti mampu menciptakan
kelangsungan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat.
Hubungan transformatif terjadi manakala sekolah
berperan sebagai agen pembaharu dalam kebudayaan masyarakat. Seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, beberapa wujud budaya dinilai lagi tdak
kondusif untuk perkembangan masyarakat. Secara ideal sekolah dituntut untuk
melakukan inovasi hal tersebut. Dalam kaitan ini ada beberapa hal yang mungkin
dilakukan siswa SD, yaitu reproduksi budaya, difusi budaya dan berpikit
kreatif.
Dalam reproduksi budaya, murid dibelajarkan untuk
melakukan penggalian unsur-unsur budaya yang telah ada dalam masyarakatnya. Beberapa
nilai budaya yang dinilai positif dan cenderung memudar, dapat direproduksi
dengan berbagai penyesuaian.
Dalam difusi kebudayaan, murid dibelajarkan agar
dapat menyebarluaskan unsur-unsur budaya yang dinilai positif dan belum
dimiliki masyarakat, kepada masyarakatnya. Proses difusi ini tentunya sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
Sedangkan kemampuan berpikir kreatif ini perlu terus
dikembangkan dan ditanamkan dalam diri murid, sehingga pada gilirannya tercipta
manusia pembaharu. Berpikir kreatif artinya berpikir divergen, berpikir
alternatif “berani tampil beda”.
BAB IV
PENUTUP
Ø Simpulan
Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai
pihak khususnya keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan
yang dikenal sebagai tripusat pendidikan. Fungsi dan peranan tripusat
pendidikan itu baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama merupakan faktor
penting dalam mencapai tujuan pendidikan, yakni membangun manusia Indonesia
seutuhnya serta menyiapkan sumber daya manusia pembangunan yang bermutu. Dengan
demikian, pemenuhan fungsi dan peranan itu secara optimal merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan pembangunan nasional.
Terdapat hubungan
antara sekolah dengan masyarakat,yaitu hubungan transaksional; dan hubungan
transmisi dan transformasi. Masing-masing hubungan tersebut merupakan penentu
keberhasilan pendidikan yang terjadi di dalam sekolah maupun masyarakat.
Ø Saran
Melihat kenyataan bahwa
untuk mencapai tujuan pendidikan yang maksimal diperlukan
sebuah hubungan timbal balik yang yang erat maka diperlukan sebuah koordinasi
antar lingkungan pendidikan. Dalam menentukan kurikulum lingkungan formal
(sekolah) baiknya untuk mepertimbangankan faktor lingkungan
keluarga dan masyarakat. Bahkan kalau memungkinkan melibatkan
keluarga anak didik dan tokoh masyarakat dalam merumuskan kurikulum pendidikan.
Perlunya peningkatan pelayanan dari tripusat pendidikan kepada peserta
didik agar dapat meningkatkan tiga kegiatan pendidikan (membimbing, mengajar,
dan melatih) sehingga dapat meningkatkan perkembangan peserta didik kearah yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Munib
Achmad.2012.Pengantar Ilmu Pendidikan.Semarang:UPT
UNNES Press
0 komentar:
Posting Komentar