RSS

cerita fiksi

Arti Sahabat
Bel istirahat akhirnya terdengar, anak-anak kelas 9 SMP bulan Bintang menghela nafas lega setelah 2 jam menghadapi mata pelajaran matematika, salah satu mapel yang jadi “momok” bagi kebanyakan siswa.
 Semua siswa pun keluar dari kelasnya masing-masing dan menuju ke tempat sasarannya, ada yang pergi ke kantin, koperasi, kamar mandi dan tak sedikit juga siswa yang ke perpustakaan.

Terlihat seorang siswi yang berambut panjang berkulit putih dan cantik serta terkenal pandai di kelasnya sedang menghampiri seseorang yang tak kalah manisnya dengan dia, berambut pendek sebahu berkulit kuning langsat dan duduk menyendiri di bawah pohon rindang di depan kelasnya.
“Hai Tiwi, sedang apa kamu disini? Biasanya kamu ke kantin…….”
Sebuah pertanyaan yang terlontar dari cewek itu memecahkan lamunan yang tak lain adalah sahabat karibnya.
“Ah Sherli, mengagetkan saja kamu. Kamu sendiri kok ga langsung ke perpustakaan?”
Tiwi berusaha mengalihkan pertanyaan sahabatnya dengan membalas sebuah pertanyaan juga, karena dia tidak ingin sahabatnya mengetahui apa yang sedang membuatnya melamun. Dan akhirnya, mereka berdua mengobrol sambil bercanda di bawah pohon di depan kelasnya tersebut. Bel masuk pun akhirnya menghentikan obrolan mereka. Dan mereka segera memasuki kelas. Jam pelajaran berikutnya adalah Bahasa Indonesia, setelah para siswa duduk di tempatnya masing-masing tak beberapa lama Bu Dani, Guru Bahasa Indonesia pun memasuki kelas.

Pertama-tama, Bu dani memberi pengumuman bahwa sekolah akan mengikuti lomba baca puisi. Dan Sherli lah yang ditunjuk sebagai perwakilan sekolah. Teman-teman sekelas langsung memberi applause untuk Sherli tak terkecuali Tiwi sahabatnya. Setelah itu, Bu Dani memberi tugas pada murid-muridnya untuk mengerjakan LKS. Dan Bu Dani pun keluar kelas diikuti Sherli, barangkali akan membicarakan soal perlombaan baca puisi yang akan diikuti oleh seluruh SMP se Jawa Tengah itu.

Seperti sudah tradisi, setiap kali jam kosong atau tidak ada guru yang sedang mengajar anak-anak kelas 9 A memang terkenal ramai, tidak ada yang duduk dengan teratur. Kalaupun ada, mereka juga pasti mengobrol juga bercanda bahkan tertawa dengan keras. Akan tetapi, tidak bagi Tiwi pada saat itu. Tiwi hanya duduk melamun sendiri di bangku bagian pojok, sedangkan bangku di sebelahnya terlihat kosong karena pemiliknya baru saja meninggalkan kelas "membuntuti Bu Dani".

Tiwi melanjutkan lamunannya waktu istirahat tadi, sebenarnya Tiwi iri dengan kepandaian sahabatnya itu. Sherli selalu menjadi juara kelas, sering mengikuti lomba-lomba perwakilan sekolah, dan masih banyak lagi prestasi Sherli yanglain. Sedangkan Tiwi merasa tidak ada apa-apanya bila dibandingkan sahabatnya itu.

Jam pelajaran pun akhirnya telah usai, siang itu Sherli tidak langsung pulang, tetapi dia main ke rumah sahabat karibnya sejak SD itu. Seperti biasa, mereka selalu mengobrol dan bercanda di kamar Tiwi. Sherli dan ibu Tiwi punterlihat sudah sangat akrab.
“Eh ada Sherli, maaf mengganggu obrolan kalian sebentar ya,. Tiwi bisa bantu ibu memasak sebentar, ibu lagi ada pesanan catering nih..” Suara ibu Tiwi menghentikan obrolan mereka.
“wah tante makin banyak aja pesanan cateringnya.”
“yah begitulah Sher, lumayan buat tambah-tambah penghasilan. Ayo wi, cepat sekalian buatin minum untuk Sherli.” Ibu Tiwi kembali memerintahkan Tiwi agar segera beranjak dari tempat duduknya.
“iya, iya.. Sher aku tinggal bentar ya, mau minum apa kamu??”
“iya, terserah kamu aja deh.”

Sembari menunggu Tiwi, Sherli membaca majalah yang ada di atas meja belajar Tiwi. Sherli melihat ada tumpukan kertas-kertas di laci meja yang sedikait terbuka. Lalu Sherli membuka laci dan satu per satu kertas di laci itu. Sherli telah selesai membaca tumpukan kertas itu dan kembali merapikannya lalu memasukkannya kembali di laci meja belajar sebelum Tiwi kembali. Tak beberapa lama Tiwi kembali dengan membawa dua gelas jus jeruk. Dan mereka mereka melanjutkan obrolan tadi, hingga tak terasa hari sudah sore. Sherli berpamitan dengan ibu Tiwi yang tampak sedang membersihkan halaman rumahnya.

3 hari belakangan ini Tiwi dan Sherli tampak tidak selalu bersama seperti hari-hari biasanya. Karena Sherli semakin sibuk mempersiapkan diri untuk lomba. Karena lomba akan dilaksanakan besuk hari minggu yang tinggal 1 hari lagi. Sherli meminta Tiwi untuk menemani dan menyaksikannya pada saat pelaksanaan lomba.

Hari minggu itu pun tiba. Sherli mendapat nomor 20 dari sekian banyak peserta. Jantung Sherli semakin berdebar ketika melihat penampilan dari peserta-peserta lain yang sangat menarik. Sedangkan Tiwi terus memberi dukungan untuk Sherli. Akhirnya nomor perserta Sherli terdengar, dengan penuh percaya diri Sherli naik ke atas panggung. Sherli menatap ke arah sahabatnya yang juga sedang menatapnya sambil terus memberi dukungan.

Sherli mulai membaca puisi dengan nada dan tekanan yang bagus. Ketika Sherli membacakan bait puisi pertama, tiba-tiba wajah Tiwi yang tadinya tersenyum berubah. Tiwi mulai mengerutkan keningnya. Lalu bait berikutnya dan selanjutnya Tiwi semakin bingung dan bertanya-tanya dalam hati.
“Karya Kharisma Pratiwi” suara Sherli terdengar dengan nada pelan ketika membaca penutup puisi tersebut. Tiwi pun tersentak kaget mendengarnya dan tanpa terasa air matanya jatuh membasahi pipnya. Ketika Sherli turun dari pangung, Tiwi segera menyambutnya.
“Sherli, kamu kok….”
“Iya Wi, maafkan aku ya. Mungkin aku lancang telah mengambilnya dari laci mejamu. “
Sherli berusaha menjelaskan.
“Oh, ga papa Sher, justru aku malah bangga karyaku diikutkan lomba, apalagi yang bacain kamu. Tapi ngomong-ngomong kapan sih kamu mengambil puisi itu, aku kok tidak tahu?” Tiwi masih penasaran.
“Kemarin waktu aku main ke rumahmu. Dan kamu sedang disuruh bantu ibu memasak. Tanpa sengaja aku melihat tumpukkan kertas di laci., lalu aku baca deh satu per satu. Eh, ternyata kamu punya bakat menulis ya. Karyamu bagus-bagus lho! Kenapa kamu ga kirimkan ke majalah-majalah atau kemana deh gitu. Siapa tahu kamu menang.”
Sherli mencoba memuji Tiwi.
“Ah kamu bisa aja Sher. Oo.. jadi gitu ceritanya. Wah, aku kurang percaya diri Sher kalau mau ngirim karya-karyaku ke majalah.” Tiwi mencoba merendah.
Dan tidak disangka Sherli mendapat juara II dalam lomba baca puisi tersebut.
Tiwi sangat senang dan dia merasa tersanjung.

 By : Diah Utari P

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: